Sabtu, 18 Januari 2014


Pertamina vs Rakyat

  


Kantor Pusat
Jl. Medan Merdeka Timur 1A,
Jakarta 10110 
Telp  : 500-000 (lokal)





Dasar Pemikiran..

Disetiap kepala ada pemikiran, dan di setiap pemikiran ada sebuah tujuan. Dalam bahasa sederhana konflik adalah sebuah perdebatan/perselisihan yang didasarkan oleh perbedaan pemikiran. Berbicara tentang ruang lingkup yang luas, konflik tak kian mati sampai tak ada satupun kepala yang bernyawa.

Januari 2014

Awal tahun baru dibarui pula dengan hebohnya kenaikan harga gas LPJ 12kg oleh pemerintah, hal tersebut dipicu karna kerugian Pertamina menanggung subidi [1]. Rakyat pun berteriak oleh kenaikan gas LPJ 12kg tersebut, Pertamina teriak Rakyat teriak Pemeritah ?

Sudut Pandang ( Analisis )

Orientasi sebuah bisnis adalah mendapatkan keuntungan, suatu hal yang wajar bila PT. Pertamina menaikan harga gas 12 kg, imbasnya harga panganpun akan mengalami kenaikan, pintu deflasi dan inflasi pun semakin terbuka. 

Berbicara tentang sudut pandang tak kan pernah ada ujungnya sama seperti adanya konflik yang takkan pernah bisa dilepaskan, Manajemen Pertamina memiliki pemikiran untuk menghasilkan tujuan, rakyatpun memiliki sedang pemerintah harus tetap berperan sebagaimana mestinya. 

tidak ada yang telak patut disalahkan, karna semua memiliki pemikirannya masing-masing, perbeadaan pemikiran inilah yang sepatutnya diselaraskan guna tercapainya keharmonisan bersama 

semua harus bertanggung jawab pada kewajibannya, bukan hanya soal hak tapi penuhi apa yang semestinya perlu dipenuhi. bukan hanya berfikir untuk diri sendiri, tapi bagaimana pemikiran ini bisa mensejahterakan sesama.

Tentang Enron

Kondisi Enron Tahun 2000 digambarkan sebagai "Perusahaan Amerika Paling Inovatif" selama 6 tahun berturut-turut versi Fortune.
Berdiri             : 1985, Omaha, Nebraska, dengan kantor di Houston, Texas, USA
Bidang Usaha  : Listrik, Gas alam, kertas, dan komunikasi.
Pegawai           : Sekitar 21.000 orang pegawai
Penghasilan      : $101 milyar

Bisa Hancur ?


Reputasi ENRON sungguh mentereng pada tahun-tahun mendekati kebangkrutannya. Perusahaan yang menggurita di bidang listrik, air, gas, kertas, dan komunikasi ini di tahun 2001, 4 bulan sebelum kebangkrutannya, meraup keuntungan bersih 101 milyar dollar Amerika.  Bahkan, Majalah Fortune pun mengganjarnya dengan memberikan award “Perusahaan Paling Inovatif”. Sukses Enron bertambah lengkap manakala menilik awal mula berdirinya Enron yang hanya dibangun oleh anak petani miskin bernama Kenneth Lay, yang pada awal mulanya hanyalah perusahaan kampungan menjadi monopolis gas alam dan listrik dalam waktu kurang dari dua puluh tahun. ENRON adalah layaknya PLN, PDAM, Percetakan Negara, LPG, Telkom yang menjadi satu. Kalau di Indonesia lembaga-lembaga itu milik publik, lain halnya dengan Enron. Ia murni bisnis. ENRON dikendalikan secara professional oleh manusia-manusia cerdas di bumi ini yaitu lulusan-lulusan universitas ternama dari seluruh penjuru dunia. Pegawainya mencapai 20.000 orang. Fakta menarik dari jumlah ini adalah, menjelang kebangkrutannya karena pegawai-pegawainya ini yakin akan performa ENRON maka mereka mengalihkan tabungan pensiun mereka untuk membeli saham ENRON. Sebuah keputusan yang kelak mereka sesali karena belakangan diketahui ENRON mengalami kebangkrutan dan mengakibatkan saham ENRON tak lebih berharga dari sebatang coklat murah.
Punahnya Enron meninggalkan kerugian milyaran dolar bagi investor. Sertifikat saham mereka tak lagi punya nilai-mungkin hanya layak dipajang dalam pigura untuk mengenang salah satu skandal keuangan terbesar di awal abad ini. Skandal Enron lebih dahsyat dari Skandal Saham Bre-X di Bursa Kanada dimana Saham Bre-X meroket hanya untuk terjun bebas setelah perusahaan itu mengaku bahwa tambang emasnya di Busang, Kalimantan, terbukti palsu. Mereka tertipu karena terbuai oleh cantiknya laporan Keuangan ENRON saat itu.  Terbuai? Tentu saja karena saat itu yang mengaudit laporan keuangan ENRON adalah salah satu The Big Five Kantor Akuntan Publik di Amerika. Kantor Akuntan Publik itu bernama Arthur Andersen. Tidak ada yang curiga bahwa mereka bersekongkol untuk mempercantik laporan keuangan, dalam dunia akuntansi dikenal window dressing, secara tidak sah. Mereka menyembunyikan utang pada pihak ketiga sebanyak 3,9 milyar dollar Amerika. Bagi perusahaan public, dimana setiap pemegang saham punya hak mengetahui segala aktivitas perusahaan yang memiliki risiko, hal ini tentulah sebuah kejahatan.



Sorotan Kecurangan

Ada dua dugaan kenapa ENRON  sampai gelap mata dan merencanakan penipuan ini


1.    Enron-Arthur Andersen.
Dengan bantuan Arthur Andersen yang memiliki reputasi tinggi dalam profesi Akuntansi, ENRON mampu menyembunyikan kewajiban-kewajibannya dan kerugian yang timbul sehingga keuntungan pada laporan laba rugi akan menggelembung dan pada akhirnya mengangkat harga sahamnya. Hal ini membuat pundi-pundi petinggi ENRON juga ikut membengkak luar biasa besar dan belakangan setelah dilakukan koreksi dinyatakan bahwa perusahaan tidak mengalami untung bahkan rugi 62,4 Milyar dollar Amerika. Ketika ENRON menjadi idola, blue chip di pasar saham saat itu, Arthur Andersen juga mendapat timbal balik dari meningkatnya reputasi KAP.

2.  ENRON-Pemerintah

ENRON menjadi penyumbang terbesar bagi kandidat-kandidat kongres, Gubernur, bahkan Presiden Amerika terutama dari Partai Republik. Atas jasanya ini, Enron diduga dapat melobi pemerintah terutama dalam perumusan kebijakan Energi. Dugaan media massa Amerika ini seolah dikuatkan oleh fakta bahwa ENRON selalu dapat menghindari pengawasan ketat pemerintah dalam hal polusi dan pelanggaran pajak. Malangnya, ketika krisis melanda ENRON tak satupun koneksi mereka di Capitol Hill maupun maupun gedung putih menyelamatkan mereka, bahkan sang presiden yaitu Bush dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada bantuan yang bisa Negara berikan. Hal ini diduga karena para anggota parlemen pernah menerima manisnya kucuran dana dari ENRON maupun Andersen sehingga mereka enggan turut serta dalam komite penyelidikan. Atas dasar hal itulah ENRON yang terdesak gelap mata melakukan penipuan.

“Pada akhirnya, ENRON yang yang diketahui telah menggelapkan laporan keuangannya selama 4 tahun, dinyatakan pailit setelah digugat di pengadilan niaga dan mantan petinggi ENRON, Clifford Baxter, menembak kepalanya sendiri akibat tekanan yang bertubi-tubi.”


Sudut Pandang Etika

Dari kasus tersebut secara kasat mata kasus tersebut terlihat sebuah tindakan malpraktik jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain:

• Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, terlihat dari tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen yang berperan besar pada kebangkrutan perusahaan, terjadinya pelanggaran terhadap norma etika corporate governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan, dan perilaku manajemen perusahaan merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan.

• Adanya penyesatan informasi. Dalam kasus Enron misalnya, pihak manajemen Enron maupun Arthur Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi mempertahankan kepercayaan dari investor dan publik kedua belah pihak merekayasa laporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan. Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan.

• Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak etis, dalam kasus Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionallisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan.