Minggu, 23 Oktober 2011

Jumlah koperasi


JAKARTA Jumlah koperasi di Indonesia hingga akhir tahun lalu mencapai 170.949 unit, sementara yang belum terdata di perkirakan sebanyak 64.354 unit.
Berdasarkan rekapitulasi database koperasi nasional Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah koperasi secara agregat hingga Desember 2009 mencapai sebanyak 170.949 unit. Adapun, jumlah koperasi yang telah terdata secara individu sejumlah 106,595.Data koperasi agregat adalah jumlah koperasi yang belum diverifikasi langsung ke lapangan, adapun data koperasi secara individu sudah melalui pengecekan ke lapangan.
Meliadi Sembiring, Kepala Biro Perencanaan Kementerian Koperasi dan UKM, mengungkapkan data koperasi yang dikeluarkan tersebut merupakan hasil rapat koordinasi terbatas pada 25 Mei 2010. Dari 33 provinsi seluruh Indonesia, terdapat 11 provinsi yang belum selesai pendataan individunya.Ke-11 provinsi tersebut adalah Maluku Utara, Bengkulu, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Goronta-lo, Maluku, dan Kepulauan Riau.
Kemenkop memastikan pada Juni tahun ini seluruh update data koperasi di Indonesia akan selesai dilaksanakan sesuai dengan keputusan rapat koordinasi terbatas yang diikuti oleh seluruh Kepala Dinas Koperasi dan UKM provinsi.Meliadi mengatakan updating atau pemutakhiran data koperasi untuk mengatasi perbedaan jumlah data dari seluruh dinas/instansi yang membidangi koperasi dan usaha kecil menengah (KUMKM).
"Selama ini data yang kita pergunakan berdasarkan update per Juni 2009, sedangkan jumlah koperasi yang terdata sebanyak 166.155. Ke depan, pemutakhiran jumlah koperasi akan dilaksanakan setiap 6 bulan sekali," ujarnya kemarin.Pemerintah menegaskan penyu-sunan database koperasi nasional berdasarkan Rakortas 25 Mei 2010, merupakan aset berharga yang harus dikelola. Oleh karena itu, seluruh provinsi harus melaporkannya secara akurat, tepat waktu, objektif, lengkap, konsisten dan mudah diakses.
Menurut meliadi, database koperasi diperlukan oleh pengambil kebijakan untuk mendukung sistem perencanaan dan program yang lebih baik, terutama antarinstansi pemerintah dan bagi keperluan masyarakat pengguna koperasi.Oleh karena itu, Rakortas menyepakati beberapa hal terkait dengan penyusunan database koperasi nasional, di antaranya untuk keseragaman data koperasi harus berbasis pada pendataan sesuai dengan format standar yang disepakati.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (dahulu Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, disingkat Kemenegkop dan UKM) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan koperasi dan usaha kecil dan menengah. Kementerian Koperasi dan UKM dipimpin oleh seorang Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop dan UKM) yang sejak tanggal 22 Oktober 2009 dijabat oleh Syarifuddin Hasan
.

Tugas pokok dan fungsi

Kementerian Koperasi dan UKM mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah, serta menyelenggarakan fungsi :
§  perumusan kebijakan nasional di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah
§  koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah
§  pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya
§  pengawasan atas pelaksanaan tugasnya
§  penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.

Koperasi sebagai salah satu badan usaha yang berkecimpung dalam perekonomian Indonesia saat ini sedang mengalami masa-masa yang suram. Penyebab kesuraman masa depan koperasi adalah kurangnya daya saing yang dimiliki oleh koperasi melawan badan usaha yang lain. Selain itu kurangnya minat masyarakat untuk bergabung kedalam koperasi terutama masyarakat perkotaan
Menurut Sritua Arief (1997), ada tiga pendapat yang hidup di kalangan masyarakat mengenai eksistensi unit usaha koperasi dalam sistem ekonomi Indonesia. mengutarakan perlunya mengkaji ulang apakah koperasi masih perlu dipertahankan keberadaannya dalam kegiatan ekonomi.
Bahwa unit usaha koperasi dipandang perlu untuk dipertahankan sekadar untuk tidak dianggap menyeleweng dari UUD 1945.
Bahwa koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat yang harus dikembangkan menjadi unit usaha yang kukuh dalam rangka proses demokratisasi ekonomi.
Ketiga pendapat yang hidup itu, sedikit-banyak telah mempengaruhi arah perubahan dan permasalahan koperasi di Indonesia, baik secara makro (ekonomi politik), maupun secara mikro ekonomi. Dalam bagian ini, akan dibahas permasalahan-permasalahan dalam koperasi dan environment-nya, sebagai unit usaha yang hidup ditengah sistem dan paradigma ekonomi Indonesia.
Koperasi dan Kontradiksi Paradigma Perekonomian Indonesia 
Ketika negara Republik Indonesia ini didirikan, para founding fathers memimpikan suatu negara yang mampu menjamin hajat hidup orang banyak dan diusahakan secara bersama. Hal itu, tidak mengherankan, sebab pemikiran dan gerakan sosialisme memang sedang menjadi trend pada waktu itu, untuk melawan para pengusaha kapitalis dan kolonialis yang dianggap membawa penderitaan di kalangan buruh, tani dan rakyat kecil lainnya.
Tampak bahwa cita-cita membentuk negara Republik Indonesia, adalah untuk kemakmuran semua orang dengan bangun usaha yang diusahakan secara bersama; “koperasi”. Karena itu, kemudian, dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 disebutkan, “…Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”.
Koperasi dalam Dualisme Sistem Ekonomi Indonesia.
Menurut Hatta (1963), sosialisme Indonesia timbul karena tiga faktor. Pertama, sosialisme Indonesia timbul karena suruhan agama. Etik agama yang menghendaki persaudaraan dan tolong menolong antara sesama manusia dalam pergaulan hidup, mendorong orang ke sosialisme. Kemudian, perasaan keadilan yang menggerakkan jiwa berontak terhadap kesengsaraan hidup dalam masyarakat,terhadap keadaan yang tidak sama dan perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin, menimbulkan konsepsi sosialisme dalam kalbu manusia. Jadi, sosialisme Indonesia muncul dari nilai-nilai agama, terlepas dari marxisme. Sosialisme memang tidak harus merupakan marxisme. Sosialisme disini tidak harus diartikan sebagai hasil hukum dialektika, tetapi sebagai tuntutan hati nurani, sebagai pergaulan hidup yang menjamin kemakmuran bagi segala orang, memberikan kesejahteraan yang merata, bebas dari segala tindasan.
Kedua, sosialisme Indonesia merupakan ekspresi daripada jiwa berontak bangsa Indonesia yang memperoleh perlakuan yang sangat tidak adil dari si penjajah. Karena itu dalam Pembukaan UUD 1945 dikatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Lebih lanjut Pembukaan UUD 1945 juga mengatakan, “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur“.
Ketiga, para pemimpin Indonesia yang tidak dapat menerima marxisme sebagai pandangan yang berdasarkan materialisme, mencari sumber-sumber sosialisme dalam masyarakat sendiri. Bagi mereka, sosialisme adalah suatu tuntutan jiwa, kemauan hendak mendirikan suatu masyarakat yang adil dan makmur, bebas dari segala tindasan. Sosialisme dipahamkan sebagai tuntutan institusional, yang bersumber dalam lubuk hati yang murni, berdasarkan perikemanusiaan dan keadilan sosial. Agama menambah penerangannya. Meskipun dalam ekonomi modern gejala individualisasi berjalan, tetapi hal itu tidak dapat melenyapkan sifat perkauman (kolektivan) di dalam adat (dan hukum adat) Indonesia. Ini adalah akar dalam pergaulan hidup Indonesia.
Jadi, dasar ekonomi Indonesia adalah sosialisme yang berorientasi kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa (adanya etik dan moral agama, bukan materialisme); kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak mengenal pemerasan/eksploitasi manusia); persatuan (kekeluargaan, kebersamaan, nasionalisme dan patriotisme ekonomi); kerakyatan (mengutamakan ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak); serta keadilan sosial (persamaan, kemakmuran masyarakat yang utama, bukan kemakmuran orang-seorang).
Tetapi, setelah menempuh alam kemerdekaan, terlebih pada era Orde Baru, paradigma yang berkembang dan dijalankan tidaklah demikian. Paradigma yang dijalankan dengan “sungguh-sungguh” adalah apa yang disebut Mubyarto dengan istilah “kapitalistik-liberal-perkoncoan” (selanjutnya disebut “KLP), atau dalam istilah Sri-Edi Swasono (1998a) disebut “rezim patronasi bisnis”, yang sesungguhnya lebih jahat dari kapitalisme kuno yang dikritik oleh Marx dalam bukunya “Das Kapital”. Sistem KLP tersebut menyebabkan tumbuh suburnya praktik kolusi, korupsi, kroniisme dan nepotisme (KKKN) dalam perekonomian Indonesia.
Dalam sistem hukum pun, masih banyak perangkat peraturan yang belum dijiwai semangat demokrasi ekonomi sebagaimana disebutkan pada Pasal 33 UUD 1945. Permasalahan sistem hukum yang mixed-up ini, telah mempengaruhi moral ekonomi dan motif ekonomi para pelaku ekonomi Indonesia, sehingga akhirnya justru memarjinalkan koperasi yang seharusnya menjiwai bangun perusahaan lainnya.
Jadi, permasalahan mendasar koperasi Indonesia terletak pada paradigma yang saling bertolak belakang antara apa yang dicita-citakan (Das Sollen) dan apa yang sesungguhnya terjadi (Das Sein). Selama paradigma ini tidak dibenahi, niscaya koperasi tidak akan dapat berkembang, ia hanya menjadi retorika.
Permasalahan Makroekonomi (Ekonomi Politik).
Tidak banyak negara yang memiliki “Departemen Koperasi” (Depkop). Indonesia adalah satu dari sedikit negara tersebut. 
Hal itu terjadi karena adanya kontradiksi akut dalam pemahaman koperasi. Secara substansial koperasi adalah gerakan rakyat untuk memberdayakan dirinya. Sebagai gerakan rakyat, maka koperasi tumbuh dari bawah (bottom-up) sesuai dengan kebutuhan anggotanya. Hal itu sangat kontradiktif dengan eksistensi Depkop. Sebagai departemen, tentu Depkop tidak tumbuh dari bawah, ia adalah alat politik yang dibentuk oleh pemerintah. Jadi, Depkop adalah datang “dari atas” (top-down). Karena itu, lantas dalam menjalankan operasinya, Depkop tetap dalam kerangka berpikir top-down. Misalnya dalam pembentukan koperasi-koperasi unit desa (KUD) oleh pemerintah. Padahal, rakyat sendiri belum paham akan gunanya KUD bagi mereka, sehingga akhirnya KUD itu tidak berkembang dan hanya menjadi justifikasi politik dari pemerintah agar timbul kesan bahwa pemerintah telah peduli pada perekonomian rakyat, atau dalam hal ini khususnya koperasi.
Hal lain yang menandakan kontradiksi akut itu, adalah pada usaha Depkop (dan tampaknya masih terus dilanjutkan sampai saat ini oleh kantor menteri negara koperasi) untuk “membina” gerakan koperasi. Penulis sungguh tidak mengerti mengapa istilah “membina” tersebut sangat digemari oleh para pejabat pemerintahan. Sekali lagi, koperasi adalah gerakan rakyat yang tumbuh karena kesadaran kolektif untuk memperbaiki taraf hidupnya. Karena itu penggunaan kata (atau malah paradigma) “membina” sangatlah tidak tepat dan rancu. Koperasi tidak perlu “dibina”, apalagi dengan fakta bahwa “pembinaan” pemerintah selama ini tidak efektif. Yang diperlukan koperasi adalah keleluasaan untuk berusaha; untuk akses memperoleh modal, pangsa pasar, dan input (bahan baku).
Permasalahan Mikroekonomi. 
Masalah Input.
 
Dalam menjalankan kegiatan usahanya koperasi sering mengalami kesulitan untuk memperoleh bahan baku. Salah satu bahan baku pokok yang sulit diperoleh adalah modal. Yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah permodalan ini adalah dengan memberikan keleluasaan bagi koperasi dalam akses memperoleh modal. Jangan dipersuli-sulit dengan bermacam regulasi. Biarkan koperasi tumbuh dengan alami (bukan direkayasa), belajar menjadi efisien dan selanjutnya dapat bertahan dalam kompetisi.
Pada sisi input sumber daya manusia, koperasi mengalami kesulitan untuk memperoleh kualitas manajer yang baik. Di sinilah campur tangan pemerintah diperlukan untuk memberikan mutu modal manusia yang baik bagi koperasi.
Masalah Output, Distribusi dan Bisnis.
Kualitas output.
 
Dalam hal kualitas, output koperasi tidak distandardisasikan, sehingga secara relatif kalah dengan output industri besar. Hal ini sebenarnya sangat berkaitan dengan permasalahan input (modal dan sumberdaya manusia).
“Mapping Product”.
 
Koperasi (dan usaha kecil serta menengah/UKM) dalam menentukan output tidak didahului riset perihal sumber daya dan permintaan potensial (potential demand) daerah tempat usahanya. Sehingga, dalam banyak kasus, output koperasi (dan UKM) tidak memiliki keunggulan komparatif sehingga sulit untuk dipasarkan.
Distribusi, Pemasaran dan Promosi (Bisnis).

Koperasi mengalami kesulitan dalam menjalankan bisnisnya. Output yang dihasilkannya tidak memiliki jalur distribusi yang established, serta tidak memiliki kemampuan untuk memasarkan dan melakukan promosi. Sehingga, produknya tidak mampu untuk meraih pangsa pasar yang cukup untuk dapat tetap eksis menjalankan kegiatan usahanya.
Peranan pemerintah sekali lagi, diperlukan untuk menyediakan sarana distribusi yang memadai. Sarana yang dibentuk pemerintah itu, sekali lagi, tetap harus dalam pemahaman koperasi sebagai gerakan rakyat, sehingga jangan melakukan upaya-upaya “pengharusan” bagi koperasi untuk memakan sarana bentukan pemerintah itu. dalam aspek bisnis, koperasi –karena keterbatasan input modal—sulit untuk melakukan pemasaran (marketing) dan promosi (promotion). Karena itu, selaras dengan mapping product seperti diuraikan diatas, pemerintah melanjutkannya dengan memperkenalkan produk-produk yang menjadi unggulan dari daerah itu. Dengan demikian, output koperasi dapat dikenal dan permintaan potensial (potential demand) dapat menjadi permintaan efektif (effective demand).
Permasalah internal
a). Kurangnya tenaga profesional
Diakui memang, perkembangan Koperasi Pegawai Republik Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan baik internal maupun eksternal. Salah satu permasalahan internal yaitu masih kurangnya tenaga profesional yang menangani Koperasi Pegawai Republik Indonesia Tersebut. Masih banyak tantangan dan permasalahan yang kita hadapi dalam memajukan Koperasi Pegawai, Baik masalah internal maupun permasalahn eksternal. Dari kurangnya tenaga yang profesional menangani ini maupun permasalahan lain yang harus di benahi bersama. Belum lagi ada persaingan yang timbul dari berkembangnya usaha sejenis koperasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu membentuk wadah-wadah yang ada dibawah kepengurusan Korpri dengan memberikan pemahaman, pelatihan dan penyuluhan kepada yang ada dibawah naungan koperasi tersebut.
b) Adanya pemikiran limiting belive
Limiting belive adalah istilah dalam psikologi mengenai sebuah pemikiran yang berkecederungan negatif dan yang dibentuk oleh belenggu keyakinan keliru.
Secara umum, limiting belive juga telah membelenggu perkembangan seluruh koperasi di tanah air. Bayak orang tidak percaya bahwa koperasi bisa berkembang sebagai perusahaan yang mampu menjamin kesejahteraan manajer atau karyawannya.
Untuk itu, pemahaman tentang koperasi sangat diperlukan dengn cara memberikan study oleh pemerintah.
2. Kejujuran dalam menegakkan koperasi
Kejujuran memang sangat sulit ditegakkan, namun ada cara untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga masyarakat tidak sangsi atau meragukan keaslian laporan keuangan yang diajukan dan akhirnya masyarakat berbondong-bondong untuk melakukan investasi. Cara yang ampuh dimana dapat menegakkan kejujuran dalam laporan keuangan adalah dengan cara melakuka kegiatan KopraNET.
3. Meningkatkan semangat pasar emosional dalam berkoperasi 
Seperti yang kita ketahui, sekarang ini investor ( shahibul mal ) ingin melakukan investasi jika mendapatkan keuntungan yang dapat disebut dengan semangat pasar rasional. Sedangkan, semangat pasar emosional adalah semangat dimana para investor ( shahibul mal ) menginvestasikan dananya kepada koperasi dan BMT syari’ah semata-mata hanya untuk membantu sesama kaum muslimin.
Koperasi dan BMT syari’ah harus meningkatkan semangat pasar emosional, sehingga para investor ( shahibul mal ) ikhlas dan tetap menginvestasikan dananya apabila koperasi dan BMT syari’ah ini sedang mengalami krisis dan tetap bertahan untuk berdiri serta berkembang kembali.
Dengan melakukan K2BK dimungkinkan semangat pasar emosional para investor ( shahibul mal ) koperasi dan BMT syari’ah dapat bertambah dengan memperkuat tali silaturahmi dan kepercayaan investor ( shahibul mal ) kepada koperasi tersebut.
Apabila tiga permasalahan pokok yang harus dihadapi ini, telah dihadapi secara optimal dan maksimal, maka tidak ada yang mematahkan kemungkinan bahwa koperasi ataupun BMT itu akan berkembang menjadi koperasi layaknya koperasi-koperasi di negara maju ataupun mengumpulkan keuntungan layaknya perusahan-perusahan besar.
Sumber : http://sawungjati.wordpress.com/2008/06/12/masalah-koperasi-di-indonesia/
: http://annas.ngeblogs.com/
Akhir-akhir ini beberapa media massa dan termasuk koran harian ini memuat mengenai kasus dana yang macet di Koperasi Simpan Pinjam (KSP)Bahteramas di wilayah Kabupaten Banyumas. Mulanya terjadi kasus rush atau penarikan dana oleh nasabah secara besar-besaran di koperasi ini yang dikarenakan nasabahnya sulit untuk mengambil dana mereka. Menurut informasi dari manajemen tidak sedikit yang dirugikan, menyangkut uang 8 milyard dari kurang lebih 23.000 nasabah (calon anggota)nya. Ditambah lagi 927 orang karyawan yang juga menjadi korban, tidak saja tabungan pribadi mereka, tapi juga materiel dan imateriel karena nasabah mendesak mereka untuk mendapatkan dana mereka kembali. Sebagian besar diantaranya malah ada yang sudah menggadaikan rumah, tanah dan menguras apa saja yang mereka miliki demi memenuhi tuntutan nasabah.
Kasus ini juga tersebar hampir merata di seluruh kecamatan di Kabupaten Banyumas. Nasabahnya rata-rata adalah rakyat kecil seperti pedagang kaki lima, buruh kecil, petani kecil, pegawai kecil. Di tengah kesulitan hidup yang mencekik akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) habis sudah tabungan yang mereka kumpulkan bertahun-tahun sebagai salah satu social safety hidup mereka ditengah ekonomi yang tidak menentu dan jaminan sosial yang nihil dari Pemerintah. Ibarat sudah jatuh miskin tertimpa sial pula.
Penipuan berkedok koperasi memang sudah sering terjadi, dalam kasus serupa yang berskala nasional, sebut saja sebagaimana yang terjadi pada kasus Koperasi Serba Usaha Milik Bersama (KSUMB)pimpinan Haji Bustam tahun awal 2000 an itu. Modusnya hampir sama, organisasi ini mengatasnamakan koperasi dan bahkan mengantongi badan hukum koperasi dari Pemerintah, tapi dalam operasionalisasinya sama sekali jauh dari prinsip-prinsip koperasi yang seharusnya dijalankan oleh Koperasi yang “legal”. Koperasi palsu ini menjadikan Anggota (karyawan) dan nasabah (calon anggota) sebagai korbannya di kemudian hari.
Koperasi (palsu) ini menarik dana dari masyarakat dengan menjual produk investasi yang cukup menggiurkan. Janji bunga deposito atau keuntungan yang diberikan bisa sampai 5 hingga 10 kali lipat dari bunga deposito bank pada umumnya. Lebih provokatif lagi dengan memberikan bunga atau keuntungan di depan seperti pada kasus Bahteramas. Karyawannya direkrut dengan harus memberikan jaminan uang tertentu sebagai simpanan yang tidak bisa dicairkan. Mereka digaji dari uang yang mereka setor tersebut dan logikanya akan tetap dipertahankan apabila karyawan yang bersangkutan berhasil merekrut nasabah baru sebanyak-banyaknya.
Koperasi palsu model ini, awalnya terkesan aman-aman dan lancar saja, dan karena memang kepercayaan yang telah terjalin baik antara karyawan dengan nasabahnya yang biasanya masih punya kedekatan secara sosiologis, seperti hubungan famili, tetangga, teman, atau kerabat. Diperkuat dengan kepemilikan badan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah, maka bisnis penipuan berkedok koperasi seperti ini seakan telah menjadi legal dimata masyarakat. Dikarenakan mereka yang menjadi anggota pendiri (Karyawan) dan calon anggota (nasabah) tidak tahu apa itu koperasi sesungguhnya dan fungsi serta perannya sebagai anggota, akhirnya mereka menjadi korban penipuan.
Dalam kasus-kasus demikian saya menyebutnya sebagai penipuan berkedok koperasi. Kenapa ?. Alasan pertama, secara prinsip organisasi karena menurut produk perundang-undangan yang masih berlaku di negara kita maupun secara prinsip organisasi, baik menurut versi UU No. 25 Thn 1992 maupun identitas koperasi intenasional (international co-operative identity statement-ICIS) memang tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai koperasi dan apalagi untuk diberikan badan hukum koperasi.
Alasan kedua, karena model koperasi ini sendiri memang sudah jauh dari hakekatnya sebagai lembaga ekonomi yang demokratis sebagai ciri dari koperasi. Model koperasi semacam ini biasanya juga lebih cenderung untuk mengejar legalitas hukum badan usaha atau Badan Hukum (BH) sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kepercayaan tambahan dari masyarakat calon korbanya daripada mendidik anggotanya agar lebih paham tentang hak serta kewajibanya sebagai anggota organisasi perusahaan demokratis miliknya.
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatanya berdasarkan pada prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya, masih menurut UU tersebut disebutkan dalam pasal 5 ayat 1 bahwa koperasi melaksanakan prinsip-prinsip keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokratis, pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota, pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, dan kemandirian. Ayat 2 dalam pasal ini juga menjelaskan tentang prinsip pengembangan koperasi yang menyebutkan harus melaksanakan pula prinsip pendidikan perkoperasian dan penekanan kerjasama antar koperasi. Sementara menurut prinsip koperasi secara Internasional ada 7, yaitu ; keanggotaan sukarela dan terbuka, pengawasan secara demokratis oleh anggota, otonomi dan kemandirian, pendidikan-pelatihan-penerangan, kerjasama antar koperasi dan kepedulian terhadap komunitas (lingkungan).
Mencermati kasus yang terjadi pada KSP Bahteramas dan mengacu pada prinsip-prinsip koperasi menurut versi UU No. 25 Tahun 1992 maupun ICIS yang ditetapkan dan berlaku bagi semua anggota koperasi di seluruh dunia, jelas bahwa Bahteramas tidak layak disebut sebagai koperasi karena tak satupun prinsip-prinsip yang disebutkan dijalankan. Anggota (karyawan) dan calon anggota (nasabah)nya tidak tahu apa itu koperasi yang sesungguhnya dan peran serta fungsi mereka sebagai anggota yang seharusnya menjadi pemilik, pengguna jasa dan sekaligus pengawas dari koperasinya. Prinsip sukarela yang berarti dilandasi kesadaran dari anggotanya dalam berkoperasi juga tidak terjadi, anggota (karyawan) dan nasabah (calon anggota) tidak paham apa itu koperasi, dan bagaimana berkoperasi yang benar. Hanya dikarenakan iming-iming return investasi yang menggiurkan, mereka bebondong-bondong menginvestasikan dananya di KSP Bahteramas.
Di tinjau dari segi pengelolaannya, Bahteramas juga tidak menunjukan sebagai model koperasi yang seharusnya anggota memegang peran sentral dalam koperasi. Bahteramas yang posisi manajemennya berada dalam kendali mutlak Ketua atau Direkturnya yang sekaligus sebagai salah satu pendiri jelas sudah keluar dari prinsip pengelolaan demokratis dari koperasi. Di tambah lagi apalagi kalau memang benar diduga penandatanganan dalam akta pendirian koperasi oleh para pendiri-pendirinya adalah palsu, maka hal ini sudah menyangkut tindak kriminal, dimana apabila hal ini melibatkan Dinas Koperasi dan UKM sebagai pemberi badan hukum maka sudah barang tentu ini merupakan tindakan yang memiliki sanksi hukum yang jelas disamping sanksi bagi turut melegalkanya koperasi palsu yang merugikan masyarakat banyak ini.
Untuk menjelaskan substansi permasalahan yang ada, maka bersama ini saya sampaikan bahwa koperasi yang benar secara organisasional setidak-tidaknya dalam proses pendirian harus memenuhi syarat-syarat menimal sebagai berikut ; Pertama, ada Rapat Anggota (Rapat Pendirian) yang ditujukan bagi perumusan visi dan tujuan bersama tentang manfaat pendirian koperasi dan rencana usaha-usaha koperasi oleh para pendiri-pendirinya yang menurut UU yang berlaku minimal oleh 20 orang anggotanya yang kemudian dituangkan dalam bentuk penandatangan berita acara rapat pendirian. Rapat ini seharusnya juga sudah mencerminkan proses demokrasi dan bukan melulu masalah teknis mekanisme legal formal semata.
Kedua, ada perangkat struktur organisasi yang jelas. Dalam organisasi koperasi kita mengenal adanya forum yang memiliki kekuasaan tertinggi yaitu Rapat Anggota (RA). Dimana dalam RA diangkat Dewan Pendiri (dalam pendirian) dan atau Dewan Pengurus sebagai pelaksana amanah anggota yang menjalankan roda organisasi sesuai dengan hasil-hasil keputusan RA yang biasanya terdiri dari Anggaran Pendapatan dan Biaya, kebijakan-kebijakan umum perusahaan dan organisasi yang kemudian hasil pelaksanaanya akan dipertanggungjawabkanya dalam forum Rapat Anggota Tahunan (RAT) oleh Dewan Pengurus.
Prasyarat struktur kedua adalah Badan Pengawas yang fungsinya adalah merepresentasikan anggota yang diangkat oleh anggota melalui RA yang berfungsi untuk mengawasi jalannya organisasi dan perusahaan yang dijalankan oleh Dewan Pengurus. Badan ini juga yang berfungsi sebagai internal kontrol organisasi dan perusahaan dan kemudian mempertanggungjawabkan hasil-hasil kerjanya kepada anggota melalui mekanisme RAT.
Prasyarat struktur ketiga adalah adanya aturan main organisasi yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), peraturan-peraturan khusus organisasi dan tentu peraturan-peraturan yang mengikat yang dibuat oleh Pemerintah. Sehingga dalam hal ini, apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap aturan yang telah disepakati bersama dan atau peraturan pemerintah yang mengikat maka jelas disebut sebagai tindakan pelanggaran organisasi yang mekanisme sanksi dan penyelesaianya diatur dalam AD/ART dan peraturan pemerintah yang mengikat.
Dalam kasus yang terjadi di Bahteramas adalah posisi pengurus dan anggotanya tidak jelas. Sehingga Pengurus (yang difiktifkan) tidak ada yang merasa harus bertanggungjawab terhadap dana nasabah (calon anggota)nya karena mereka yang disebut Pengurus ternyata kecuali ketuanya posisinya apabila dugaanya benar adalah fiktif dalam akta pendirianya. Mekanisme organisasi juga ternyata tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Aturan main mutlak ada ditangan ketuanya saja. Tidak ada Badan Pengawas atau Pemeriksanya. Parahnya lagi, ternyata mereka yang disebut sebagai anggotanya tidak jelas dan yang ada adalah hanyalah nasabah atau calon anggota yang posisinya sekarang adalah sebagai korban penipuan. Secara organisasional hal ini jelas jauh dari aturan main organisasi koperasi. Sehingga proses penyelesaian melalui Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) yang disarankan pemerintah baru-baru ini tentu sangat tidak relevan.
Kesimpulanya, mengingat bahwa kasus yang menimpa pada Bahteramas posisi Pengurus (apabila memang benar) nama-namaya dipalsukan oleh ketuanya yaitu saudara Dian Radite alias Dany Iskandardinata, maka sudah pasti akan kesulitan untuk diadakan Rapat Anggota. Penyelesaian melalui jalur mekanisme organisasi yang seharusnya melalui Rapat Anggota sebagaimana yang seharusnya terjadi pada koperasi legal tidak mungkin bisa dilaksanakan, karenanya tidak ada yang bisa menyelesaikan masalah ini kecuali dalam hal ini adalah Pemerintah atau Dinas Koperasi dan UKM. Mereka, nasabah (calon anggota), karyawan, dan Pengurus yang dipalsukan (kalau benar) adalah korban penipuan Dian Radite.
Menyikapi hal ini, Pemerintah sebaiknya segera mengambil inisiatif untuk membentuk Tim Penyelesai yang tentu juga sudah menjadi tanggungjawab Pemerintah sebagaimana tertuang dalam UU No. 25 Tahun 1992 pasal 47 dan juga Peraturan Pemerintah (PP) No.17 Tahun 1994. Setidaknya untuk menunjukan bentuk tanggungjawab dari fungsi “pembinaan” dan sebagai pihak yang memberi izin usaha atau badan hukum koperasi karena posisi koperasi ini palsu. Berikut karena kasus ini telah merugikan masyarakat dan diduga ada unsur pemalsuan tanda tangannya, maka sebaiknya pihak kepolisian juga segera saja mengambil tindakan melakukan verifikasi kebenaranya dan untuk menghadirkan saudara Dian Radite untuk menjelaskan semuanya kepada publik.
Belajar dari kasus Bahteramas, maka kepada masyarakat sekali lagi perlu hati-hati dalam berinvestasi yang ditawarkan dengan iming-iming yang menggiurkan. Dalam hal ini bukan berarti harus antipati terhadap koperasi, tapi setidaknya kalau ingin menginvestasikan sesuatu perlu dipahami dahulu. Kalaupun mengatasnamakan koperasi, yang perlu diketahui adalah bahwa apa itu koperasi yang benar yang bukan begitu saja percaya dengan legalitas badan usaha yang mereka miliki. Lebih penting lagi adalah bahwa koperasi itu milik anggota. Di tangan anggota juga ditentukan siapa yang akan menjalankan koperasi, mengawasinya dengan mengetahui bagaimana kondisi organisasi dan keuangan koperasi yang sedang berjalan atau akan dimasuki. Setidaknya agar tidak tertipu lagi oleh model koperasi palsu atau quasi koperasi.
Soko guru sebagai legitimasi
Mungkin kita semua pernah mendengar atau malahan ikut latah menyebut koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia. Istilah yang dipopulerkan rezim orde baru itu langsung membius seperti halnya jargon “ekonomi kerakyatan” saat ini. Diamini para pakar ekonomi, aparat pemerintah sampai di daerah-daerah dan tentu mereka yang mengatasnamakan kepentingan rakyat kecil aktif mengkampanyekan di ruang-ruang diskusi formal, obrolan di kampung-kampung hingga kampanye Pemilu.
Siapa yang tidak setuju dengan istilah ini. Bagaimana mungkin rakyat kecil yang gandrung demokrasi menolak kalau koperasi, bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi ekonomi itu dijadikan sebagai soko guru ekonomi?. Tentu tidak ada yang berani menolak. Konglomerat sekalipun tidak berani menolak langsung walaupun istana bisnis mereka akan terancam bilamana ekonomi rakyat atau koperasi besar. Mereka bahkan sempat membuat persekutuan untuk program charity yang terkenal dengan sebutan Kelompok Jimbaran yang intinya berperilaku selayaknya sinterklas ingin mensedekah dari sedikit keuntungan mereka yang konon realisasinya tidak lebih dari 1 persen itu.
Koperasi sebagai Soko Guru Ekonomi telah menjadi justifikasi bagi proses “pembinaan” koperasi. Agar koperasi bisa menjadi soko guru, ditambah alasan sebagai pelaksanaan amanat konstitusi, pemerintah membentuk Departemen dan atau kantor kementrian yang menangani koperasi dari Pusat hingga di daerah-daerah dengan jumlah karyawan hingga ratusan ribu. Lengkap dengan perangkat perundang-undanganya yang mengatur lebih banyak intervensi pemerintah hingga fungsi-fungsi teknis. Jurusnya cuma satu, demi mengangkat koperasi agar menajdi soko guru ekonomi maka koperasi perlu “dibina”. Disusunlah segera strategi proyek “pembinaan”dan dijadikan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) sebagai mitra “wadah tunggal” binaan satu-satunya. Koperasi dijadikan obyek dan tak lebih hanya sebagai delivery tool, tanpa diberikan waktu untuk sekadar berfikir untuk mengambil prakarsa bagi kepentingan keberlanjutan usaha-usaha untuk mandiri.
Di era otonomi daerah saat ini, memang ada beragam respon pemerintah di daerah dalam melihat kondisi koperasi yang ada. Ada yang over shympati dengan membentuk Dinas koperasi tersendiri dengan alasan untuk melakukan pembinaan bagi koperasi untuk pencapaian strategi program pembangunan. Kemudian ada yang tetap memperhatikan koperasi namun porsinya diperkecil dengan menyatukanya biasanya dengan Dinas Perdagangan dan Perindustrian dengan filosofi koperasi itu dilihatnya sebagai melulu urusan dagang.
Sementara itu, walaupun sudah tidak sekuat di masa orde baru, intervensi pemerintah pusat juga masih cukup dirasakan terutama dalam bentuk penyaluran-penyaluran dana. Program-program bombastis yang berorientasi proyek masih saja melekat pada Kementrian Koperasi dan UKM. Seperti program satu milyard untuk seribu koperasi, penyalur dana kompensasi BBM, dan program lainya yang coba dihubungkan dengan gempita tahun micro finance 2005 Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Pada prinsipnya, reformasi boleh terjadi tapi koperasi tetap dengan paradigma lama. Hal ini juga terlihat pada tuntutan untuk tetap dapat melaksanakan fungsi teknis oleh orang-orang Kementrian Negara Koperasi dan UKM pada Perpres No. 5 Tahun 2005 yang mengatur tentang keweangan kementrian. Padahal kita semua tahu, sudah berapa trilyun rupiah uang negara dihambur-hamburkan tapi kenyataanya koperasi dan usaha kecil juga masih tetap tak berubah nasibnya. Selain hanya menjadi pemborosan anggaran negara, program ini hanya akan melipat gandakan ketergantugan bagi koperasi dan menjadikan koperasi hanya sebagai sub-ordinat dari kepentingan kapitalisme.
Popularitas pemerintah siapapun memang akan selalu melambung seiring berbagai bentuk dukungan proyek pembinaan ataupun kucuran-kucuran dana berupa hibah, kompensasi, atau bentuk soft loan kepada koperasi atau usaha kecil. Masyarakatpun biasanya menyambut dengan girang ditandai dengan munculnya banyak koperasi fiktif dan proposal ini dan itu. Seperti jamur dimusim hujan, koperasi-koperasi biasanya juga bermunculan dan secara kuantitatif menunjukan angka yang cukup mengesankan walaupun biasanya akan segera mati suri. Sulit ditemui sebuah koperasi yang memiliki visi kemandirian yang kuat, sumberdaya dan kapasitas organisasi yang memadai dan juga jaringan yang kuat. Pola ketergantungan yang akut dan sulit dalam proses perubahan mindset nya.
Etalase toko di pojok-pojok perkantoran itu juga masih tetap seperti itu, melulu menjual barang-barang itu, seakan selera dianggap tak pernah berubah. Unit-unit simpan pinjam itu juga masih seperti itu, tergantung pada pihak ketiga, entah itu dari orang perorangan maupun pihak perbankan(Bank Umum). Masih sangat jauh dari arti kemandirian, bahkan untuk sekadar menjalankan makna solidaritas. Dimana anggota yang kelebihan dana dimaksudkan untuk menabung demi menolong mereka anggota koperasi yang sedang dalam kekurangan dana. Sebuah prinsip koperasi yang sebetulnya juga harus dijalankan oleh Perbankan pada umumnya sebagai fungsinya sebagai lembaga intermediasi, menyalurkan dana dari mereka yang kelebihan kepada yang kekurangan.
Kebanyakan koperasi-koperasi kita saat ini, masih saja selalu merintih kepada pemerintah meminta bantuan ini, sumbangan itu dan kompensasi ini dan itu. Hal ini juga terlihat dari kondisi organisasinya di tingkat nasional, Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang di klaim anggotanya hingga 27 juta orang itu juga masih mengandalkan kucuran bantuan dari APBN yang jumlahnya tidak lebih dari 50 milyard itu dan APBD bagi koperasi-koperasi di daerah. Koperasi yang awal mulanya berangkat dari suatu semangat kemandirian dan ingin melepas ketergantungan terhadap sistem kapitalisme itu justru menunjukan ketergantungan yang berlebihan. Jauh semangat self-help atau self rialiance itu dari kenyataanya.
Untuk itu mari kita jadikan bahan refleksi bersama, agar kita dapat kembalikan koperasi pada khitohnya, sebagai gerakan perubahan sosial dari masyarakat yang kapitalistik menjadi lebih berkeadilan!. Sebab apa? Sebab musuhnya juga masih sama kalau dimasa orde baru kapitalisme itu membawa kuasa sekarang dia datang membawa uang!

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 25 TAHUN 1992
TENTANG
PERKOPERASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.       Bahwa Koperasi ,baik  sebagai gerakan ekonomi rakyat maupun sebagai  badan usaha berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil  dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun sebagai usaha bersama  berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
b.      bahwa koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional;
c.        bahwa pembangunan koperasi merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat;
d.      bahwa untuk mewujudkan hal-hal tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-undang sebagai pengganti Undangundang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1),dan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERSIAN. 


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang -undang ini yang dimaksud dengan:
1.  Koperasi adalah badan usahayang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
2.  Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
3.  Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
4.  Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.
5.  Gerakan koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian
yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi.

BAB II
LANDASAN , ASAS ,DAN TUJUAN
Bagian Pertama
Landasan dan Asas
Pasal 2

Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 serta berdasar atas asas
kekeluargaan 
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian Nasional dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang maju ,adil ,dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945 .
BAB III
FUNGSI , PERAN, DAN PRINSIP KOPERASI
Bagian Pertama
Fungsi dan Peran
Pasal 4
Fungsi dan peran Koperasi adalah:
a. membangun dan mengembangkan potesi dan kemampuan ekonomi anggota pada
khususnya dan pada masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan sosialnya;
b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan
masyarakat ;
c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perkonomian
nsional dengan koperasi sebagai sokogurunya ; d.  berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perkonomian nasional yang merupakan
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Bagian Kedua
Prinsip Koperasi
Pasal 5
(1)  Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut;
a.  keanggotaan bersifat suka rela dan terbuka;
b.  pengelolaan dilaksanakan secara demokratis;
c.  pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa
usaha masing-masing anggota;
d.  pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal;
e.  kemandirian.
(2)  Dalam mengembangkan Koperasi ,maka Koperasi melaksanakan pula prinsip Koperasi
sebagai berikut:
a.  pendidikan perkoperasian;
b.  kerja sama antar Koperasi.
BAB IV
PEMBENTUKAN
Bagian pertama
Syarat dan Pembentukan
Pasal 6
(1)  Koperasi Primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang.
(2)  Koperasi Skunder dibentuk sekurang -kurangnya 3 (tiga) Koperasi.
Pasal 7
(1)  Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dilakukan dengan kata
pendirian yang memuat Anggaran Dasar.
(2)  Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal 8
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) memuat Sekurang-kurangnya
a.  daftar nama pendiri;
b.  nama dan tempat kedudukan ;
c.  maksud dan tujuan serta bidang usaha;
d.  ketentuan mengenai keanggotaan ;
e.  ketentuan mengenai Rapat Anggota ;
f.  ketentuan mengenai pengelolaan ;
g.  ketentuan mengenai permodalan ;
h.  ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya ;
i.  ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha ;
j.  ketentuan mengenai sanksi.
Bagian Kedua
Status Badan Hukum
Pasal 9
Koperasi memperoleh status badan hokum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah.
Pasal 10
(1)  Untuk mendapatkan pengesahan aebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9, para pendiri
mengajukan permintaan secara tertulis disertai akta pendirian Koperasi.
(2)  Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
setelah diterimanya permintaan pengesahan.
(3)  Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 11
(1)  Dalam hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak ,alasan penolakan diberitahukan
kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
diterimanya permintaan.
(2)  Terhadap penolakan pengesahan akta pendirian para pendri dapat mengajukan
permintaan ulang dalam waktu palng lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.
(3)  Kuputusan terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling
lama 1(satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang . 
Pasal 12
(1)  Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh Rapat Anggota .
(2)  Terhadap Perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut penggabungan, pembagian,dan
perubahan bidang usaha Koperasi dimintakan pengesahan kepada pemerintah.
Pasal 13
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan pengesahan akta
pendirian ,dan perubahan Anggaran Dasar Sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, pasal 10,
pasal 11, dan pasal 12 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 14
(1)  Untuk keperluan pengembangan dan//atau efisiensi usaha ,satu Koperasi atau lebih dapat:
a.  menggabungkan diri menjadi satu dengan Koperasi lain ,atau 
b.  bersama Koperasi lain meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru .
(2)  Penggabungan atau peleburan dilakukan dengan persetujuanRapat Anggota masingmasing Koperasi.
Bagian Ketiga
Bentuk dan Jenis
Pasal 15
Koperasi dapat berbentuk koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.
Pasal 16
Jenis Koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.
BAB V
KEANGGOTAAN
Pasal 17
(1)  Anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa Koperasi.  (2)  Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota .
Pasal 18
(1)  Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu
melakukan tindakan hukum atau Koperasi yang memenuhi persyaratan sebagaimana
ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2)  Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa yang persyaratan ,hak, dan kewajiban
keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 19
(1)  Keanggotaan Koperasi didasarkan pada kesamaaan kepentingan ekonomi dalam lingkup
usaha Koperasi.
(2)  Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau diakhiri setelah syarat sebagaimana diatur
dalam Anggaran Dasar dipenuhi.
(3)  Keanggotaan Koperasi tidak dapat dipindah tangankan.
(4)  Setiap Anggota mempunyai kewajiban dan hak yang sama terhadap Koperasi
sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar .
Pasal 20
(1)  Setiap Anggota mempunyai kewajiban:
a.  mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah
disepakati dalam Rapat Anggota;
b.  berpartisipasi dalam kegiatan usahs yang diselenggarakan oleh Koperasi;
c. mengembangkan dan memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
(2)  Setiap Anggota mempunyai hak:
a.  menghadiri ,menyatakan pendapat ,dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
b.  memilihdan/atau dipilih menjadi aggota Pengurus atau Pengawas;
c.  meminta diadakan Rapat Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
d.  mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus diluar Rapat Anggota baik
diminta maupun tidak diminta.
e.  memanfaatkan Koperasi dan mendapat pelayanan yang antara sesama aggota;
f.  mendapatkan keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam
Anggaran Dasar.
BAB VI
PERANGKAT ORGANISASI
Bagian Pertama
Umum
Pasal 21
Perangkat organisasi Koperasi terdiri dari :
a.  Rapat Aggota;
b.  Pengurus;
c.  Pengawas.
Bagian Kedua
Rapat Anggota
Pasal 22
(1)  Rapat Anggota merupakan Pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
(2)  Rapat Anggota dihadiri oleh aggota yang pelaksanaanya diatur dalam 
Anggaran Dasar.
Pasal 23
Rapat Anggota menetapkan :
a.  Anggaran Dasar ;
b.  Kebijakan umum dibidang organisasi ,manajemen ,dan usaha Koperasi;
c.  pemilihan ,pengangkatan ,pemberhentian pengurus dan pengawas ;
d.  rencana kerja ,rencana anggaran pendapatan dan belanja Koperasi ,serta pengesahan
laporan keuangan ;
e.  pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya ;
f.  pembagian sisa hasil usaha ;
g.  penggabungan ,peleburan ,pembagian ,dan pembubaran Koperasi .
Pasal 24
(1)  Keputusan Rapat Anggota diambil berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufa Kat.
(2)  Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah ,maka pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak .
(3)  Dalam dilakukan pemungutan suara ,setip anggota mempunyai hak satu suara .
(4)  Hak suara dalam Koperasi Sekunder dapat diatur dalam Anggaran Dasar dengan
mempertimbagkan jumlah anggota dan jasa usaha Koperasi anggota secara berimbang.
Pasal 25
Rapat Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas
mengenai pengelolaan Koperasi.
Pasal 26
(1)  Rapat anggota dilakukan paling sedikit dalam 12 (satu) tahun.
(2)  Rapat anggota untuk mengesahkan pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling
lambat 6(enam) bulan setelah tahun buku lampau.
Pasal 27
(1)  Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, Koperasi dapat melakukan
Rapat Anggota Luar Biasa apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang
wewenangnya ada pada Rapat Anggota.
(2)  Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota Koperasi
atau atas keputusan Pengurus yang pelaksanaanya ditur dalam Anggaran Dasar. 
(3)  Rapat Anggota Luar Biasa Mempunyai wewenang yang dengan wewenang Rapat Anggota
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 23.
Pasal 28
Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar
Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.
Bagian Ketiga
Pengurus
Pasal 29
(1)  Pengurus dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota.
(2)  Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat Anggota. (3) Untuk pertama kali,susunan dan nama anggota pengurus dicantumkan dalam akta
pendirian.
(4)  Masa jabatan Pengurus paling lama 5 (lima) tahun.
(5)  Persyaratan untuk dapat dipilh dan diangkat menjadi Anggota. 
Pasal 30
(1)  Pengurus bertugas: 
a.  mengelola Koperasi dan usahanya;
b. mengajukan rancangan rencana kerjaserta rancangan rencanaanggaran pendapatan
dan belanja Koperasi ;
c.  menyelenggarakan Rapat Anggota;
d.  mengajukan laporan keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
e.  menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
f.  memelihara daftar buku anggota dan pengurus.
(2)  Pengurus berwenang;
a.  mewakili Koperasi di dalam dan diluar pengadilan;
b. memutuskan penerimaan dan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian
anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar;
c. melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan Koperasi sesuai
dengan tanggunajawabnya dan keputusan Rappat Anggota.
Pasal 31
Pengurus bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi dan usahanya
kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.
Pasal 32
(1)  Pengurus Koperasi dapat mengangkat  pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk
mengelola usaha. 
(2) Dalam Pengurus Koperasi bermaksud untuk mengangkat pengelola,maka rencana
pengangkatan tersebut diajukan kepada Rapat Anggota untuk mendapat persetujuan.
(3)  Pengelola bertanggungjawab kepada Pengurus.
(4) Pengelolaan usaha oleh Pengelola tidak mengurangi tanggung jawab pengurus
sebagaimana dmaksud dalam pasal 31.
Pasal 33
Hubungan antara Pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 dengan Pengurus
Koperasi merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan.
Pasal 34
(1)  Pengurus,baik bersama-sama,maupun sendiri-sendiri,menanggung kerugian yang di derita
Koperasi ,karena tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.
(2)  Di samping penggantian kerugian tersebut,apabila tindakan itu dilakukan dengan
kesengajaan ,tidak menutup kemungkinan bagi penuntut umum untuk melakukan
penuntutan.
Pasal 35
Setelah tahun buku Koperasi di tutup, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum diselenggarakan
rapat anggota tahunan ,Pengurus menyusun laporan tahunan yang memuat sekurangkurangnya: a.  pernitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan
perhitungan hasil usaha dari tahun yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen
tersebut;
b.  keadaan dan Koperasim serta hasil usaha yang dapat dicapai.
Pasal 36
(1)  Laporan tahunan sebagaimana yang dimaksud pasal 35 ditandatangani oleh semua Rapat
Pengurus.
(2)  Apabila salah seorang Anggota Pengurus tidak menandatangani laporan tahunan tersebut ,
anggota yang bersangkutan menjelaskan alasannya secara tertulis.
Pasal 37
Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan tahunan, merupakan
penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.
Bagian Keempat
Pengawas
Pasal 38
(1)  Pengawas dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dan Rapat Anggota.
(2)  Pengawas bertanggungjawab kepada Rapat Anggota.
(3)  Persyaratan untuk dapat dipilih dan diangkat sebagai Anggota Pengawas ditetapkan dalam
Anggaran Dasar.
Pasal 39
(1)  Pengawas bertugas:
a. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelola Koperasi;
b.  membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya;
(2)  Pengawas berwenang :
a.  meneliti catatan yang ada pada Koperasi ;
b.  mendapatkan segala keterangan yang diperlukan;
(3)  Pengawas harus merahasiakan hasil pengawasannya terhadap pihak ketiga.
Pasal 40
Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan public.

BAB VII
MODAL
Pasal 41
(1)  Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
(2)  Modal sendri dapat berasal dari:
a.  Simpanan Pokok;
b.  Simpanan Wajib ;
c.  Dana Cadangan ;
d.  Hibah.
(3)  Modal Pinjaman dapat berasal dari :
a.  Anggota;
b.  Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c.  Bank dan lembaga keuangan lainnya ;
d.  Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya; e.  Sumber lain yang sah.
Pasal 42
(1)  Selain modal sebagai dimaksud dalam pasal 41,Koperasi dapat pula melakukan
pemupukan Modal yang juga berasal dari Modal penyertaan.
(2)  Ketentuan mengenai pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan diatur Lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
BAB VIII
LAPANGAN USAHA
Pasal 43
(1)  Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk
meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota;
(2)  Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang bukan anggota Koperasi.
(3)  Koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala bidang kehidupan
ekonomi rakyat.
Pasal 44
(1)  Koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkan melalui kegiatan usaha simpan pinjam
dari dan untuk;
a.  anggota Koperasi yang bersngkutan;
b.  Koperasi lain dan/atau anggotanya.
(2)  Kegitan usaha simpan pinjam dapat dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya
kegiatan usaha Koperasi.
(3)  Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh Koperasi diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
BAB IX
SISA HASIL USAHA
Pasal 45
(1) Sisa hasil usaha Koperasi merupakan pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu
tahun buku dikurangi dengan biaya,penyusutan ,dan kewajiban lainnya termasuk pajak
dalam tahun buku yang bersangkutan.
(2)  Sisa hasil usaha setelah dikurangi dana cadangan ,dibagikan kepada anggota sebanding
dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta
digunakan untuk pendidikan Perkoperesian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai
dengan keputusan Rapat Anggota.
(3)  Besarnya Pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota,


BAB X
PEMBUBARAN KOPERASI
Bagian Pertama
Cara Pembubaran Koperasi
Pasal 46
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan:
a.  Keputusan Rapat Anggota,atau b.  Keputusan Pemerintah.
Pasal 47
(1)  Keputusan pembubaran oleh pemeritah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b
dilakukan apabila:
a.  terdapat bukti bahwa Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undangundang ini;
b.  kegiatan bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c.  kelangsungan hidupnya tidak dapat lagi diharapkan.
(2)  Keputusan pembubaran Koperasi oleh pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat
4 (empat) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana
pembubaran tersebut oleh Koperasi yang bersangkutan.
(3)  Dalam jangka waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, Koperasi
yang bersangkutan berhak mengajukan keberatan.
(4)  Keputusan Pemerintah mengenai diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana
pembubaran diberikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan
keberatan tersebut.
Pasal 48
Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi oleh pemerintah dan tata cara pengajuan
keberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah. 
Pasal 49
(1)  Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat Anggota diberitahukan secara tertulis oleh
Kuasa Rapat Anggota kepada:
a.  semua kreditor;
b.  pemeritah.
(2)  Pemberitahuan kepada semua Kreditor dilakukan oleh pemerintah dalam hal pembubaran
tersebut.
(3) Selama pemberitahuan pembubaran Koperasi belum diterima oleh kreditor maka
pembubaran Koperasi belum berlaku baginya.
Pasal 50
Dalam pemberitahuan sebagamana dimaksud dalam pasal 49 disebutkan:
a.  nama dan alamat penyelesaian, dan 
b.  ketentuan bahwa semua kreditor dapat mengajukan tagihan dalam jangka waktu 3(tiga)
bulan sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran.
Bagian Kedua
Penyelesaian
Pasal 51
Untuk kepentingan kredtor dan para anggota Koperasi terhadap pembubaran Koperasi
dilakukan penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut penyelesaian.
Pasal 52
(1) Penyelesaian dilakukan oleh penyelesaian pembubaran yang selanjutnya disebut
Penyelesai.
(2)  Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan Rapat Anggota, penyelesai ditunjuk oleh
Rapat Anggota. (3) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan pemerintah , penyelesai dtunjuk oleh
Pemerintah.
(4)  Selama dalam proses penyelesaian,Koperasi tersebut tetap ada dengan sebutan "Koperasi
dalam penyelesaian".
Pasal 53
(1)  Penyelesaian segera dilaksanakan setelah dikeluarkan keputusan pembubaran Koperasi.
(2)  Penyelesai bertanggungjawab kepada kuasa Rapat Anggota dalam hal penyelesaiditunjuk
oleh Rapat Anggota dan kepada pemerintah dalam hal penyelesai ditunjuk oleh
pemerintah.
Pasal 54
Penyelesai mempunyai hak,wewenang, dan kewajiban sebagai berikut:
a.  melakukan segala perbuatan hukum untuk dan atas nama "Koperasi dalam penyelesaian ".
b.  mengumpulkan segala keterangan yang diperlukan ;
c.  memangil pengurus, anggota dan bekas anggota tertentu yang diperlukan,baik sendirisendiri maupun bersama-sama;
d.  memperoleh ,memeriksa ,dan mengunakan segala catatan yang dan arsip Koperasi;
e.  menetapkan dan melaksanakan segal kewajiban pembayaran yang didahulukan dari
pembayaran hutang lainnya;
f.  menggunakan sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi;
g.  membagikan sisa hasil penyelesaian kepada anggota ;
h.  membuat berita acara penyelesaian.
Pasal 55
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi ,anggota hanya menanggung kerugian sebatas
simpanan pokok, simpanan wajib dam modal penyertaan yang dimilikinya.




Bagian Ketiga
Hapusnya Status Badan Hukum
Pasal 56
(1)  Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi dalam berita Negara Republik
Indonesia.
(2)  Status Badan Hukum Koperasi hapus sejak tanggal pengumuman pembubaran Koperasi
tersebut dalam berita Negara Republik Indonesia.
BAB XI
LEMBAGA GERAKAN KOPERASI
Pasal 57
(1)  Koperasi secara bersama-sama mendirikan satu organisasi tunggal yang berfungsi sebagai
wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi
Koperasi.
(2)  Organisasi ini berazaskan Pancasila.
(3)  Nama,tujuan,susunan, dan tata kerja organisasi diatur dalam Anggaran Dasar organisasi
yang bersangkutan.
Pasal 58
(1)  Organisasi tersebut melakukan kegiatan:
a.  memeperjuangkan dan menyalurkan aspirasi Koperasi; b.  meningkatkan kesadaran berkoperasi di kalangan masyarakat.
c.  melakukan pendidikan perkoperasian bagi anggota dan masyarakat;
d. mengembangkan kerja sama antar Koperasi dan anggota Koperasi dengan Badan
usaha lain, baik pada tingkat nasional maupun internasional.
(2)  Untuk melaksanakan kegiatan tersebut,Koperasi secara bersama-sama menghimpun dan
Koperasi.

Pasal 59
Organisasi yang dibentuk sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) disahkan oleh
pemerintah.
BAB XII
PEMBINAAN
Pasal 60
(1)  Pemerintah menciptakan dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong
pertumbuhan serta pemasyarakatan Koperasi.
(2)  Pemerintah memberikan bimbingan,kemudahan dan perlindungan kepada Koperasi.
Pasal 61
Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim yang kondisi yang mendorong
pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi,pemerintah;
a.  memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
b.  meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang
sehat,tangguh,dan mandiri;
c.  mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi dengan
Badan usaha lainnya;
d.  membudayakan Koperasi dalam masyarakat.
Pasal 62
Dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi ,pemerintah:
a.  membimbing usaha Koperasi yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya;
b. mendorong, mengembangkan, dan membantu pelaksanaan pendidikan, pelatihan,
penyuluhan, dan penelitian perkoperasian;
c.  memberikan kemudahan untuk memperkokoh pemodalan Koperasi serta mengembangkan
lembaga keuangan Koperasi;
d.  membantu pengembangan jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling
menguntungkan antar Koperasi;
e.  memberikan bantuan konsultasi guna menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh
Koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar dan prinsip Koperasi.
Pasal 63
(1)  Dalam rangka pemberian perlindungan kepada Koperasi,pemerintah dapat: 
a.  menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh Koperasi;
b. menetapkan bidang kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan
oleh Koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya.
(2)  Persyaratan dan tata cara pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 64
Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63
dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi nasional,serta
pemerataan kesepakatan berusaha dan kesempatan kerja.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Koperasi yang telah memiliki status badan hukum pada saat Undang-undang ini
berlaku,dinyatakan telah diperoleh status badan hukum berdasarkan Undang-undang ini.





BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
(1)  Dengan berlakunya Undang-undang ini,maka Undang-undang Nomor 12 tahun 1967
tentang pokok-pokok perkoperasian (lembaran Negara tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832) dinyatakan tidak berlaku lagi;
(2)  Peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang pokok- pokok
perkoperasian (Lembaran Negara Tahun  1967 Nomor 23,Tambahan Lembaran Negara
Tahun 1967 Nomor 2832 ) dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 67
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1992
MENTRI/SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO