Senin, 13 Februari 2012


Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Aktivitas ekonomi kerakyatan ini terkait dengan ekonomi sub sisten antara lain pertanian tradisional seperti perburuan, perkebunan, mencari ikan, dan lainnnya kegiatan disekitar lingkungan alamnya serta kerajinan tangan dan industri rumahan. Kesemua kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan pasar tradisional dan berbasis masyarakat, artinya hanya ditujukan untuk menghidupi dan memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya sendiri. Kegiatan ekonomi dikembangkan untuk membantu dirinya sendiri dan masyarakatnya, sehingga tidak mengekploitasi sumber daya alam yang ada. Gagasan ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya alternatif dari para ahli ekonomi Indonesia untuk menjawab kegagalan yang dialami oleh negara negara berkembang termasuk Indonesia dalam menerapkan teori pertumbuhan. Penerapan teori pertumbuhan yang telah membawa kesuksesan di negara negara kawasan Eropa
ternyata telah menimbulkan kenyataan lain di sejumlah bangsa yang berbeda. Salah satu harapan agar hasil dari pertumbuhan tersebut bisa dinikmati sampai pada lapisan masyarakat paling bawah, ternyata banyak rakyat di lapisan bawah tidak selalu dapat menikmati cucuran hasil pembangunan yang diharapkan itu. Bahkan di kebanyakan negara negara yang sedang berkembang, kesenjangan sosial ekonomi semakin melebar. Dari pengalaman ini, akhirnya dikembangkan berbagai alternatif terhadap konsep pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi tetap merupakan pertimbangan prioritas, tetapi pelaksanaannya harus serasi dengan pembangunan nasional yang berintikan pada manusia pelakunya. Pembangunan yang berorientasi kerakyatan dan berbagai kebijaksanaan yang berpihak pada kepentingan rakyat. Dari pernyataan tersebut jelas sekali bahwa konsep, ekonomi kerakyatan dikembangkan sebagai upaya untuk lebih mengedepankan masyarakat. Dengan kata lain konsep ekonomi kerakyatan dilakukan sebagai sebuah strategi untuk
membangun kesejahteraan dengan lebih mengutamakan pemberdayaan masyarakat. Menurut Guru Besar, FE UGM ( alm ) Prof. Dr. Mubyarto, sistem Ekonomi kerakyatan adalah system ekonomi yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, dan menunjukkan pemihakan sungguh – sungguh pada ekonomi rakyat Dalam praktiknya, ekonomi kerakyatan dapat dijelaskan juga sebagai ekonomi jejaring ( network ) yang menghubung – hubungkan
sentra – sentra inovasi, produksi dan kemandirian usaha masyarakat ke dalam suatu jaringan berbasis teknologi informasi, untuk terbentuknya  jejaring pasar domestik diantara sentara dan pelaku usaha masyarakat. Sebagai suatu jejaringan, ekonomi kerakyatan diusahakan untuk siap bersaing dalam era globalisasi, dengan cara mengadopsi teknologi informasi dan sistem manajemen yang paling canggih sebagaimana dimiliki oleh lembaga “ lembaga bisnis internasional, Ekonomi kerakyatan dengan sistem kepemilikan koperasi dan publik. Ekomomi kerakyatan sebagai antitesa dari paradigma ekonomi konglomerasi berbasis produksi masal ala Taylorism. Berkaitan dengan uraian diatas, agar sistem ekonomi kerakyatan tidak hanya berhenti pada tingkat wacana, sejumlah agenda konkret ekonomi kerakyatan harus segera diangkat kepermukaan. Secara garis besar ada lima agenda pokok ekonomi kerakyatan yang harus segera diperjuangkan. Kelima agenda tersebut merupakan inti dari politik ekonomi kerakyatan dan menjadi titik masuk ( entry point) bagi terselenggarakannya system ekonomi kerakyatan dalam jangka panjang = Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya;  Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme ; persaingan yang berkeadilan ( fair competition) ; Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah.;  Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap ; Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi dalam berbagai bidang usaha dan kegiatan. Yang perlu dicermati peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi. Artinya, peningkatan kesejahteraan tak lagi bertumpu pada dominasi pemerintah pusat, modal asing dan perusahaan konglomerasi, melainkan pada kekuatan pemerintah daerah, persaingan yang berkeadilan, usaha pertanian rakyat sera peran koperasi sejati, yang diharapkan mampu berperan sebagai fondasi penguatan ekonomi rakyat. Strategi pembangunan yang memberdayakan ekonomi rakyat merupakan strategi melaksanakan demokrasi ekonomi yaitu produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dan dibawah pimpinan dan pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang. Maka kemiskinan tidak dapat ditoleransi sehingga setiap kebijakan dan program pembangunan harus memberi manfaat pada mereka yang paling miskin dan paling kurang sejahtera. Inilah pembangunan generasi mendatang sekaligus memberikan jaminan sosial bagi mereka yang paling miskin dan tertinggal. Yang menjadi masalah, struktur kelembagaan politik dari tingkat Kabupaten sampai ke tingkat komunitas yang ada saat ini adalah lebih merupakan alat control birokrasi terhadap masyarakat. Tidak mungkin ekonomi kerakyatan di wujudkan tanpa restrukturisasi kelembagaan politik di tingkat Distrik. Dengan demikian persoalan pengembangan ekonomi rakyat juga tidak terlepas dari kelembagaan politik di tingkat Distrik. Untuk itu mesti tercipta iklim politik yang kondusif bagi pengembangan ekonomi rakyat. Di tingkat kampung dan Distrik bisadimulai dengan pendemokrasian pratana sosial politik, agar benar-benar yang inklusif dan partisiporis di tingkat Distrik untuk menjadi partner dan penekan birokrasi kampung dan Distrik agar memenuhi kebutuhan pembangunan rakyat.


Sumber: Wikipedia Indonesia
1.       Kurangnya Partisipasi Anggota
Bagaimana mereka bisa berpartisipasi lebih kalau mengerti saja tidak mengenai apa itu koperasi. Hasilnya anggota koperasi tidak menunjukkan partisipasinya baik itu kontributif maupun insentif terhadap kegiatan koperasi sendiri. Kurangnya pendidikan serta pelatihan yang diberikan oleh pengurus kepada para anggota koperasi ditengarai menjadi faktor utamanya, karena para pengurus beranggapan hal tersebut tidak akan menghasilkan manfaat bagi diri mereka pribadi. Kegiatan koperasi yang tidak berkembang membuat sumber modal menjadi terbatas. Terbatasnya usaha ini akibat kurangnya dukungan serta kontribusi dari para anggotanya untuk berpartisipasi membuat koperasi seperti stagnan. Oleh karena itu, semua masalah berpangkal pada partisipasi anggota dalam mendukung terbentuknya koperasi yang tangguh, dan memberikan manfaat bagi seluruh anggotanya, serta masyarakat sekitar.
2. Sosialisasi Koperasi
Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa, baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus, karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri terhadap pengurus.
3. Manajemen
Manajemen koperasi harus diarahkan pada orientasi strategik dan gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang mampu menghimpun dan memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang usaha. Oleh karena itu koperasi harus teliti dalam memilih pengurus maupun pengelola agar badan usaha yang didirikan akan berkembang dengan baik.
Ketidak profesionalan manajemen koperasi banyak terjadi di koperasi koperasi yang anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur.
4. Permodalan
Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan kondisi modal keuangan badan usaha tersebut. Kendala modal itu bisa jadi karena kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan sebaliknya terlalu tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi untuk keluar dari masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan structural, maksudnya dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan factor produksi, khususnya permodalan.
Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tengah Muhammad Hajir Hadde, SE. MM menyebutkan salah satu hambatan yang dihadapi selama ini diantaranya manajemen dan modal usaha. Hal itu dikatakannya dihadapan peserta Diklat Koperasi Simpan Pinjam KSP dan Unit Simpan Pinjam USP yang saat ini sedang berlangsung di Palu. Untuk mengantisipasi berbagai hambatan dimaksud khususnya manajemen Dinas Kumperindag selaku leading sector terus berupaya mengatasinya melalui pendidikan dan pelatihan serta pemberian modal usaha.
5. Sumber Daya Manusia
Banyak anggota, pengurus maupun pengelola koperasi kurang bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka koperasi berjalan dengan tidak profesional dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan kaidah sebagimana usaha lainnya.
Dari sisi keanggotaan, sering kali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan dari bawah melainkan dari atas. Pengurus yang dipilih dalam rapat anggota seringkali dipilih berdasarkan status sosial dalam masyarakat itu sendiri. Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya control yang ketat dari para anggotanya.
Pengelola ynag ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil dari kalangan yang kurang profesional. Sering kali pengelola yang diambil bukan dari yang berpengalaman baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam wirausaha.
Sebenarnya, secara umum permasalahan yang dihadapi koperasi dapat di kelompokan terhadap 2 masalah. Yaitu
A. Permasalahan Internal
• Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia
• Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap jabatan”
• ketidakpercayaan anggota koperasi
• terbatasnya dana maka tidak dilakukan usaha pemeliharaan fasilitas
• Administrasi kegiatan-kegiatan belum memenuhi standar
• anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi
• Dengan modal usaha yang relatif kecil maka volume usaha terbatas

B. Permasalahan eksternal
• Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain
• Karena dicabutnya fasilitas-fasilitas tertentu koperasi tidak dapat lagi menjalankan usahanya dengan baik
• Kurangnya Promosi dan Sosialisasi
• Kesadaran Masyarakat Untuk Berkoperasi Masih Lemah
• Harga Barang di Koperasi Lebih Mahal Dibandingkan Harga Pasar
• Sulitnya Anggota Untuk Keluar dari Koperasi
• Kurang Adanya Keterpaduan dan Konsistensi
• Kurang Dirasakan Peran dan Manfaat Koperasi Bagi Anggota dan Masyarakat

Sumber: Wikipedia indonesia
Bung Hatta dan Koperasi

Perhatian beliau yang dalam terhadap penderitaan rakyat kecil mendorongnya untuk mempelopori Gerakan Koperasi yang pada prinsipnya bertujuan memperbaiki nasib golongan miskin dan kelompok ekonomi lemah. Karena itu Bung Hatta diangkat menjadi Bapak Koperasi Indonesia. Gelar ini diberikan pada saat Kongres Koperasi Indonesia di Bandung pada tanggal 17 Juli 1953. Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi, mempunyai kedudukan (politik) yang cukup kuat karena memiliki dasar konstitusional, yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa: Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering dikemukakan oleh Bung Hatta, yang sering disebut sebagai perumus pasal tersebut.  Ketertarikannya kepada sistem koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denmark, pada akhir tahun 1930-an. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi. Di Indonesia, Bung Hatta sendiri menganjurkan didirikannya 3 macam koperasi. Pertama, adalah koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal. Bung Hatta juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil. Menurut Bung Hatta, tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar-besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil. Tapi, ini tidak berarti, bahwa koperasi itu identik dengan usaha skala kecil.


Sumber: Wikipedia indonesia
 
 
 
 
 
Arti dari Lambang :
No
Lambang
Arti
1
Perisai
 
Upaya keras yang ditempuh secara terus menerus. Hanya orang yang pekerja keras yang bisa menjadi calon Anggota dengan memenuhi beberapa persyaratannya.
2
Rantai (di sebelah kiri)
Ikatan kekeluargaan, persatuan dan persahabatan yang kokoh. Bahwa anggota sebuah Koperasi adalah Pemilik Koperasi tersebut, maka semua Anggota menjadi bersahabat, bersatu dalam kekeluargaan, dan yang mengikat sesama anggota adalah hukum yang dirancang sebagai Anggaran Dasar (AD) / Anggaran Rumah Tangga (ART) Koperasi. Dengan bersama-sama bersepakat mentaati AD/ART, maka Padi dan Kapas akan mudah diperoleh.
3
Kapas dan Padi (di sebelah kanan)
Kemakmuran anggota koperasi secara khusus dan rakyat secara umum yang diusahakan oleh koperasi. Kapas sebagai bahan dasar sandang (pakaian), dan Padi sebagai bahan dasar pangan (makanan). Mayoritas sudah disebut makmur-sejahtera jika cukup sandang dan pangan.
4
Timbangan
Keadilan sosial sebagai salah satu dasar koperasi. Biasanya menjadi simbol hukum. Semua Anggota koperasi harus adil dan seimbang antara "Rantai" dan "Padi-Kapas", antara "Kewajiban" dan "Hak". Dan yang menyeimbangkan itu adalah Bintang dalam Perisai.
5
Bintang
Dalam perisai yang dimaksud adalah Pancasila, merupakan landasan ideal koperasi. Bahwa Anggota Koperasi yang baik adalah yang mengindahkan nilai-nilai keyakinan dan kepercayaan, yang mendengarkan suara hatinya. Perisai bisa berarti "tubuh", dan Bintang bisa diartikan "Hati".
6
Pohon Beringin
Simbol kehidupan, sebagaimana pohon dalam Gunungan wayang yang dirancang oleh Sunan Kalijaga. Dahan pohon disebut kayu (dari bahasa Arab "Hayyu"/kehidupan). Timbangan dan Bintang dalam Perisai menjadi nilai hidup yang harus dijunjung tinggi.
7
Koperasi Indonesia
Koperasi yang dimaksud adalah koperasi rakyat Indonesia, bukan Koperasi negara lain. Tata-kelola dan tata-kuasa perkoperasian di luar negeri juga baik, namun sebagai Bangsa Indonesia harus punya tata-nilai sendiri.
8
Warna Merah Putih
Warna merah dan putih yang menjadi background logo menggambarkan sifat nasional Indonesia.


Sumber: Wikipedia Indonesia